Bandung, Fokus NTB- Kasus penyaluran dana hibah dan basos seringkali menyeret kepada daerah. Untuk mencegah tindak pidana korupsi dibutuhkan pengawasan oleh semua pihak agar distribusi dana hibah bansos dari pemerintah kepada masyarakat. Akses informasi secara transparansi juga menjadi bagian dari pencegahan korupsi.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persaudaraan Dosen Republik Indonesia Dr. Ahmad Zakiyuddin M.I.Kom menyatakan hal itu saat membuka Webinar Nasional dengan tema, “Dana Hibah Perspektif Kebijakan Publik” bekerja sama dengan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Kementerian Keuangan, Selasa (23/3/2021) melalui aplikasi Zoom. Webinar ini diikuti oleh 300-an peserta.
Narasumber pada acara itu adalah Dirjen Perimbangan Keuangan Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax, Wakil Ketua KPK RI Dr. Nurul Ghufron, S.H.,M.H, Direktur dana Transfer Khusus Putut Hari Satyaka, S.E., MPP dan Sekjen DPP PDRI Dr.Drs.H.Yadiman,S.H.M.H.
Wakil Ketua KPK Dr.Nurul Ghufron, S.H.,M.H menyatakan bahwa prinsip dasar dari penyaluran dana hibah dan bansos harus tertib, transparansi dan akuntabilitas. Ia menjelaskan tertib maknanya harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan didokumentasikan dengan rapi.
“Semua bukti pengeluaran harus diadministrasikan dengan baik,” kata Nurul Ghufron.
Menurut dia, untuk melihat apakah dana hibah itu disalurkan dengan benar, indikatornya adalah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, semua proses pelaksanaan di dokumentasikan dan dicatat dengan rapi.
Pemerintah, lanjut Nurul, juga harus menyediakan informasi yang memadai atas jalannya kegiatan penyaluran dana hibah atau bansos kepada masyarakat. Masyarakat juga diberikan akses informasi yang mudah dan tepat waktu atau real time. Informasi dapat diakses dengan mudah melalui website, media cetak dan elektronik.
“Akuntabilitas dengan beberapa indikator yaitu adanya SOP, mekanisme pertanggungjawaban, laporan pertanggungjawaban dan adanya sistem pengawasan “ ucap Nurul Ghufron.
Sementara itu, Direktur Dana Transfer Khusus Putut Hari Satyaka, S.E.,MPP pada Kementeria Keuangan menjelaskan tentang kriteria penerima hibah pariwisata. Menurut dia, hibah pariwisata diberikan kepada pemerintah daerah dan industri pariwisata hotel dan restoran dengan proporsi hibah untuk Pemda sebesar 30 % dan industri 70 %.
Untuk kriteria pemerintah daerah penerima Hibah pariwisata yaitu 10 Destinasi Pariwisata Prioritas dan 5 Destinasi Super Prioritas, daerah destinasi Branding Pariwisata, daerah dengan kegiatan yang termasuk dalam 100 calender of Event, ibu kota Ppovinsi dan daerah dengan porsi 15 % PAD TA 2019 yang berasal dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Adapun, kriteria industri penerima manfaat hibah pariwisata yaitu; hotel dan restoran yang terdaftar dalam data basis pajak daerah; hotel dan restoran yang masih operasional; hotel dan restoran yang memiliki perizinan berusaha.
Senada dengan Ketum PDRI, Sekretaris Jenderal PDRI Dr. Yadiman menyatakan bahwa dana Hibah masih diperlukan untuk pemerataan pembangunan di wilayah NKRI. Syaratnya harus mengutamakan skala prioritas dan kondisi realitas di setiap daerah.
“Pemerintah diharapkan menyalurkan dana hibah kepada penerima yang berintegritas tinggi. Sebab dana hibah berpotensi menimbulkan KKN, sehingga mekanisme penyaluran dan pengawasannya harus diperketat,” kata Yadiman.
PDRI adalah organisasi profesi dosen yang didirikan pada 25 Juni 2018 yang dipelopori oleh para dosen yang bekerja di perguruan tinggi negeri maupun Swasta. Hingga kini, PDRI sudah memiliki jaringan cabang di 26 provinsi di Indonesia. Berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat sudah dilakukan oleh PDRI, termasuk mengkampanyekan anti korupsi melalui kegiatan diskusi dan webinar. (AR)