Museum dan Heritage jangan lagi disepelekan sebagai anak tiri dalam agenda pembangunan daerah. Justru wajib dinomorsatukan bahkan dijadikan prioritas utama dalam pemajuan kebudayaan di Kabupaten Sumbawa. Museum dan Heritage sama sekali tidak kuno dan hanya tentang masa lalu, namun ia dapat membantu kita mendefinisikan jati diri kita saat ini dan membantu mengarahkan kita pada masa depan…
Sebagai Tau Samawa, tentu kita sudah tidak asing dengan megahnya Istana Dalam Loka, bangunan cagar budaya berbahan kayu yang dibangun pada tahun 1885, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1883-1931). Istana Dalam Loka menjadi ikon Kabupaten Sumbawa, bahkan miniaturnya mewakili Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tapi masih belum banyak yang tahu bahwa Wisma Daerah Kabupaten Sumbawa dulunya adalah Istana Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931 – 1959) yang di’titip’kan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Sumbawa yang tragisnya mengalami kebakaran pada tahun 2017 dan hingga saat ini belum rampung tahap restorasinya. Satu lagi, yang tak kalah penting adalah Istana Bala Kuning sebagai living heritage dimana artefak-artefak masa lalu Kesultanan Sumbawa masih terjaga dan terawat karena kepedulian pada generasi penerus Kesultanan Sumbawa.
Kita patut berbangga karena Kabupaten Sumbawa masih memiliki 3 (tiga) Istana Sultan yang berasal dari kurun masa berbeda. Dimana linimasa sejarah Kesultanan Sumbawa tidak hanya sekedar dongeng belaka, namun bisa dibuktikan dengan adanya peninggalan atau warisan budaya yang masih berdiri kokoh. Kesultanan Sumbawa adalah sebuah negara berdaulat di masa lalu, dimana terdapat struktur pemerintahan yang jelas mulai dari yang tertinggi hingga terendah. Keberadaan Menteri Telu (Tiga Menteri) yang terdiri dari Ranga (Perdana Menteri), Kalibela (Menteri Perekonomian), dan Dipati (Menteri Pertahanan) sebagai pembantu utama Sultan masih dapat dibaca jejaknya dalam teks-teks arsip sejarah maupun sosoknya dapat dilihat dalam foto-foto lama di Istana Bala Kuning maupun di Museum Bala Datu Ranga.
Selain tiga istana, terdapat dua bangunan yang sudah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) Tingkat Kabupaten yang menunjukkan adanya struktur pemerintahan Kesultanan Sumbawa di masa lalu yaitu Bala Datu Ranga (rumah perdana Menteri terakhir Kesultanan Sumbawa) dan Eks Gedung Kontrolir Hindia Belanda yang saat ini difungsikan sebagai Museum Daerah Kabupaten Sumbawa. Kelima bangunan ini berada di wilayah Kecamatan Sumbawa yang pada masa Kesultanan disebut Samawa Datu atau Samawa Puen. Dalam tataran yang lebih rendah, terdapat dua bangunan peninggalan pangkat adat Kesultanan Sumbawa di kecamatan lainnya yaitu Bala Dea Busing di Kecamatan Lape dan Bala Dea Imam di Kecamatan Empang yang juga perlu mendapatkan perhatian serius dari sisi perlindungan dan pemeliharaannya.
Jejak warisan budaya di masa Kesultanan Sumbawa masih sangat kaya, selain bangunan-bangunan tersebut di atas terdapat pula benda-benda yang saat ini sedang dikaji untuk direkomendasikan sebagai benda cagar budaya yaitu Regalia Lambang Kebesaran Kesultanan Sumbawa. Berbicara dari sisi cagar Budaya terdapat tiga tahapan penting dalam pelestarian cagar budaya yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Ketiga tahapan ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah semata namun juga peran serta masyarakat yaitu ahli waris, komunitas, organisasi yang bergerak dalam bidang heritage, dan sebagainya. Namun pemerintah sebagai pemegang kebijakan perlu melakukan sosialisasi dan literasi kepada masyarakat terkait regulasi mengenai pelestarian cagar budaya, termasuk konsekuensi ketika melakukan perusakan pada situs, bangunan, dan benda cagar budaya.
Kekuatan Cerita Pada Bangunan Bersejarah
Bangunan-bangunan cagar budaya di Kabupaten Sumbawa memiliki cerita yang tersimpan berkaitan dengan masa lalu, dimana cerita ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi generasi masa kini. Bangunan cagar budaya dapat direaktivasi menjadi pusat kebudayaan yang dapat menjadi wadah untuk bertukar pikiran dan gagasan serta dapat dimanfaatkan sebagai museum jika syarat-syaratnya terpenuhi yaitu adanya lokasi, situs, dan koleksi yang khas dari masa atau era tertentu.
Salah satu rekomendasi bentuk pemanfaatan bangunan cagar budaya yang ada di Kabupaten Sumbawa adalah Museum Istana (Palace Museum) atau Museum Rumah Bersejarah (Historic House Museum), mengingat kita memiliki 3 (tiga) Istana Sultan dengan masa gaya yang berbeda, dan juga rumah peninggalan pangkat adat Kesultanan Sumbawa yang dapat melengkapi historiografi maupun kajian mengenai struktur pemerintahan dan arsitektur tradisional Sumbawa.
Museum Istana maupun Museum Rumah Bersejarah memiliki posisi unik sebagai jembatan antara masa lalu dan masa kini, yang mewujudkan sejarah lokal dan narasi budaya di dalam dinding-dindingnya. Selain melestarikan artefak dan cerita, kedua jenis museum ini memainkan peran penting dalam menghubungkan sejarah masa lalu dan melayani komunitas maupun generasi muda Sumbawa masa kini dengan narasi penceritaan sejarah yang kuat dan bermakna. Inti dari hubungan antara museum dan komunitas adalah kemampuan museum-museum ini untuk mengaitkan identitas komunitas.
Dengan melestarikan dan menampilkan warisan lokal, museum istana maupun museum rumah bersejarah memberikan penghuninya hubungan nyata dengan asal usul mereka, menumbuhkan rasa bangga dan kesinambungan. Hubungan ini seringkali diperkuat melalui keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian, penelitian sejarah, dan program budaya yang sangat memungkinkan untuk dikolaborasikan.
Revitalisasi dan Reimajinasi Bangunan Cagar Budaya di Kabupaten Sumbawa
Mari kita imajinasikan seandainya Istana Sultan Muhammad Kaharuddin III yang telah menjalani proses 7 (tujuh) tahun restorasi ini akhirnya benar-benar selesai. Katakanlah usulan masyarakat untuk mereimajinasikan bangunan bersejarah ini menjadi sebuah Museum Istana dan dikembalikan narasi penceritaannya seperti ketika Sultan Muhammad Kaharuddin III bertahta. Kira-kita apa yang bisa ditambahkan sebagai program budaya yang dapat berkolaborasi dengan komunitas?
Revitalisasi dan Reimajinasi menjadi kata kunci yang patut dicoba untuk memaknai ingatan dan warisan masa lalu kita agar tetap relevan, kontekstual, inklusif, dan inovatif. Ada banyak cara yang bisa dicoba oleh museum rumah bersejarah untuk berhubungan dengan komunitas di sekitarnya. Pemaknaan kembali alun-alun Istana Sultan Sumbawa yang kini menjadi taman kota dengan mereimajinasikannya melalui ingatan kolektif masyarakat dapat memberikan jiwanya kembali setelah tercerabut dengan pemaknaan baru yang kadangkala ahistoris.
Pemerintah daerah terutama dinas terkait yang menangani infrastruktur kota juga perlu belajar tentang pentingnya mereimajinasi kawasan maupun situs yang dulunya memiliki nilai dan pemaknaan sejarah sehingga tidak mencerabutnya menjadi sesuatu ikon baru yang justru ahistoris. Proses pelibatan masyarakat sangat penting untuk memanggil kembali memori masa lalu dan pertukaran gagasan kembali terjadi sehingga situs cagar budaya dapat menjadi ruang belajar dan berdialog bersama untuk memetakan arah dan masa depan kota.
Tentu saja berbagai program bisa dicoba untuk mengajak masyarakat terlibat. Apa pun yang terjadi, museum rumah bersejarah saat ini berfungsi sebagai tempat berkumpul di mana anggota masyarakat dapat terlibat dalam sejarah bersama: museum menawarkan ruang untuk berdialog, refleksi, dan pembelajaran, serta mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang keragaman budaya dan perubahan sosial dari waktu ke waktu.
Program pendidikan yang disesuaikan dengan sekolah setempat, pameran interaktif, dan acara publik semakin memperkaya interaksi ini, menjadikan sejarah dapat diakses dan relevan bagi semua orang. Aspek tambahan dari hal ini adalah peran penting yang mereka mainkan dalam melestarikan warisan budaya tak benda – tradisi, sejarah lisan, dan adat istiadat – yang menentukan identitas komunitas. Dengan mengakui dan merayakan elemen-elemen ini, museum rumah bersejarah berkontribusi pada rasa memiliki dan inklusivitas di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Melihat ke masa depan, peran museum rumah bersejarah dalam komunitasnya, museum mempunyai potensi untuk bertindak sebagai katalisator perubahan sosial. Dengan mengatasi permasalahan kontemporer melalui kacamata sejarah, mereka mendorong dialog mengenai topik-topik seperti kesetaraan, keadilan, dan keberlanjutan. Inisiatif kolaboratif dengan mitra masyarakat, seperti festival budaya, proyek revitalisasi lingkungan, dan program penjangkauan, memperluas dampak museum hingga melampaui batas museum, dan mendorong hasil sosial yang positif.
Bayangkan jika Istana Sultan Muhammad Kaharuddin III yang saat ini masih dalam tahap restorasi akhirnya rampung dan dimanfaatkan sebagai museum istana atau museum rumah bersejarah karena sejarah tentang kebesaran Kesultanan Sumbawa masih melekat dan dapat digemakan kembali dengan revitalisasi dan reimajinasi. Patut dicatat, Bangunan Cagar Budaya peninggalan Kesultanan Sumbawa ini jangan dianggap hanya sebagai gudang tua dimana fungsinya dianggap sebagai penyimpan benda-benda tak terpakai. Masa lalu dan cerita yang menempel pada bangunan-bangunan ini juga merupakan asset berharga yang dapat menginspirasi, mendidik, dan menyatukan ingatan kolektif komunitasnya.
Relevansinya terletak pada semangat dan motivasi dari para penjaga dan generasi penerus yang mengelola bangunan-bangunan cagar budaya ini juga patu dihormati dan diberi dukungan biaya perawatan yang sepadan. Kemampuan bangunan-bangunan cagar budaya ini untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat sambil tetap setia pada misi mereka untuk melestarikan dan berbagi warisan lokal untuk generasi mendatang, tidak lepas dari cara pandang para pengelola yang tetap teguh melestarikan bangunan-bangunan ini. Melalui upaya ini, mereka memastikan bahwa kisah-kisah masa lalu terus bergema dan menginspirasi hubungan yang bermakna dalam komunitas yang mereka layani.
Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah dan Stakeholder lainnya
Tulisan ini ditulis pada saat terjadi transisi pergantian kepemimpinan daerah karena menjelang Pilkada, namun rekomendasi pentingnya adalah siapapun Bupatinya kelak, Museum dan Heritage Sumbawa harus masuk jadi prioritas pembangunan daerah. Gagasan ini harus masuk dalam rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang daerah, bersinergi dengan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan di Kabupaten Sumbawa.
Reaktivasi dan Reimajinasi Museum dan Cagar Budaya harus menjadi agenda prioritas pemerintah yang harus dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Selain pemerintah sektor lain seperti perusahaan merlalui program sosial impact juga perlu berbuat dalam pelestarian heritage dan cagar budaya ini. Dengan adanya kolaborasi dan sinergi bersama maka Museum dan Cagar Budaya dapat menjadi jalan kebudayaan kita dalam membawa generasi muda tidak tercerabut dari akan dan identitasnya.
*Tulisan terakhir sekaligus refleksi dari Yuli Andari Merdikaningtyas, Inisiator, Kurator, dan Director Museum Bala Datu Ranga, juga menjabat sebagai Sekretaris Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa (LATS).