Tema hari kedua (25/09) Forum Internasional Museum dan Heritage, Museum Forward, yang bertempat di Auditorium BJ Habibie Building Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah “Museum and Heritage as an Ecosystem: Collaboration, Engagement, and Sustainability”. Tema ini dibagi menjadi tiga diskusi panel utama yaitu: 1) Beyond the Institution – Collaborative Approaches to Museum and Cultural Heritage; 2) The Importance of Engagement – communication and branding in Museum; 3) Investing for Culture – sustaining museum and heritage practice; dan satu panel Final Roundtable: summaries, takeaway, and recommendation.
1. Kolaborasi
Diskusi panel pertama pada hari kedua ini diawali dengan presentasi dari seniman Melati Suryodarmo, direktur artistik program Indonesia Bertutur (INTUTUR) yaitu program yang digagas oleh Direktur Film, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud Ristek RI. Intutur bertujuan untuk mengiluminasi atau memancarkan kekayaan budaya Indonesia baik yang bersifat kebendaan (cagar budaya) maupun tak benda (WBTB) kepada publik melalui media yang tepat seperti teknologi digital dan sosial media.
Pengalaman Melati dalam menyelenggarakan dua kali INTUTUR yaitu INTUTUR 2022 di Borobudur, Jawa Tengah dan INTUTUR 2024 di Ubud, Bali merespon situs-situs warisan budaya Indonesia yang sudah diakui dunia. Untuk mengintervensi secara artistik, Melati berkolaborasi dengan seniman, komunitas kreatif, dan warga sekitar untuk ‘menghidupkan’ situs-situs heritage ini melalui seni pertunjukan sehingga narasi maupun kemasannya menjadi cemerlang dan manarik perhatian penonton terutama para generasi milenial.
Senada dengan upaya yang dilakukan Melati, Kepala Museum Bahari Jakarta, Misari, berbagi cerita tentang MLEADS atau Museum Leads the change melalui kegiatan pemberdayaan komunitas masyarakat di sekitar lokasi museum. Program ini mengajak anak muda yang putus sekolah maupun penyintas narkoba untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif yang menghasilkan nilai ekonomi sehingga mereka bisa mendapatkan penghasilan dan kegiatan kreatifnya. Dalam konteks ini, Museum Bahari tidak lagi hanya berpikir tentang inward looking-nya namun juga outward looking-nya (melihat ke luar museum) dalam merangkul dan berkolaborasi dengan para anak muda ini.
2. Keterlibatan
Pentingnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh museum tak lepas dari pentingnya komunikasi dan branding yang dilakukan oleh museum. Sehingga program-program museum dapat dilakukan oleh masyarakat secara sadar karena kecintaan pada museum. Hal ini disampaikan oleh para palenis dalam topik diskusi kedua yang berjudul The Importance of Engagement – communication and branding in Museum. Ketiga pembicara yang dihadirkan dalam sesi ini yaitu Darko Babic (ICOM Croatia), James Heaton (ICOM MPR, New York City), dan Reena Dewan (ICOM-INTERCOM, Kolkata, India).
Keberlanjutan
Bagaimana museum dapat menjalankan program-programnya secara berkelanjutan? Bagaimana institusi kebudayaan seperti museum dapat menjadi investasi pengetahuan dan budaya bagi generasi yang akan datang? Dua pertanyaan penting ini yang digarisbawahi dalam sesi terakhir panel Investing for Culture – sustaining museum and heritage practice yang menghadirkan tiga pembicara yaitu Cedric Trentesaux (Heritage Architect, France), M. Cristina Vannini (ICOM-INTERCOM, Milan, Italy), Mattia Agnetti (Venice City Council, Italy), dan dimoderatori oleh Dwitra Amalia dari Indonesia Heritage Agency (IHA). Berbicara tentang keberlanjutan memang terkesan menjadi hal yang abstrak karena tidak ada rumus yang pasti dalam memprediksi keberlanjutan. Setiap museum memiliki sejarah, motivasi, visi dan misi, serta ultimate goal yang berbeda dalam merespon perubahan. Namun potensi museum sebagai sumber pengetahuan bagi generasi mendatang adalah investasi yang dapat dikelola dengan didukung oleh visi misi yang strategis, tim kerja yang kuat, dan manajemen yang tepat ditambah dengan kolaborasi dan keterlibatan masyarakat.
Diskusi Final: Ringkasan, Refleksi, dan Rekomendasi
Kesimpulan dua hari konferensi yang disampaikan dalam Museum Forward ini disampaikan oleh sembilan partisipan acara yang juga adalah para ekspert maupun pengamat dalam dunia museum dan heritage. Refleksi yang dapat dalam acara ini antara lain: 1) Museum dan Heritage adalah institusi kebudayaan yang berkembang dan dinamis sehingga memerlukan adanya perspesktif dan cara pandang baru dalam menyikapi dan mengadaptasi perubahan yang terjadi di dunia; 2) Museum dan Heritage merupakan agen yang bisa menciptakan perubahan ditingkat lokal maupun global; 3) Terdapat tiga kata kunci dalam membangun Ekosistem Museum dan Heritage yaitu: Kolaborasi, Keterlibatan, dan Keberlanjutan, sehingga museum dan heritage tidak menjadi institusi yang mati namun hidup di tengah masyarakat dan komunitas terdekatnya.
*Tulisan ketiga dari Yuli Andari Merdikaningtyas (Museum Bala Datu Ranga) yang diterbitkan atas kerjasama dengan Desk Budaya, Fokus NTB.