AgendaEdukasi

Aksi Damai Hari Buruh Sedunia, Aliansi Sumbawa Melawan: Rakyat Berdaulat Lawan Rezim Diktator Militer

Sumbawa, Fokus NTB – Dalam rangka memperingati hari buruh internasional 1 Mei tahun 2025, Aliansi Sumbawa Melawan (ASM) menggelar aksi damai di depan kantor Bupati Sumbawa dan gedung DPRD Sumbawa pada Senin (5/5/2025). Aliansi Sumbawa Melawan yang terdiri dari (SP Sumbawa, SMI, GMNI, BMI) konsisten dalam memperjuangkan hak-hak dan keadilan bagi rakyat.

Ketua SP Sumbawa, Hadiatul Hasana, menyampaikan bahwa persoalan rakyat mencerminkan kegagalan negara menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya.

“Alih-alih melindungi dan mensejahterakan rakyat, negara justru mengesahkan kebijakan kontroversial seperti UU TNI yang tidak jelas urgensinya dan berpotensi menjadikan TNI alat politik kekuasaan. Militerisme mengancam demokrasi dan kebebasan perempuan karena memperkuat struktur kekuasaan yang hierarkis, otoriter, dan patriarkal,” tegas Hadiatul Hasana, Senin (5/5/2025).

Hadiatul Hasana juga menegaskan bahwa dominasi militer menyempitkan ruang partisipasi politik inklusif, menjauhkan perempuan dari pengambilan keputusan dan ruang publik.

“Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 12(2) poin b, disebutkan bahwa setiap warga negara ikut menanggung biaya pendidikan, kecuali yang dibebaskan. Ketentuan ini menunjukkan bagaimana negara perlahan melepaskan tanggung jawabnya, bertentangan dengan amanat UUD 1945 yang menegaskan bahwa pendidikan harus mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi tanggung jawab negara untuk membiayainya,” jelasnya.

Lanjut Hadiatul Hasana, program Food Estate 1 juta ton jagung per tahun sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) berisiko mempercepat krisis iklim di Sumbawa.

“Dampaknya mulai dirasakan melalui bencana alam seperti longsor, banjir, penurunan hasil panen, keterbatasan air, hingga kerusakan sarana dan prasarana. Dalam situasi ini, perempuan menjadi kelompok paling rentan. Mereka harus memikul beban berlapis—menghadapi dampak bencana, mencari penghasilan tambahan, tetap menjalankan peran domestik, serta kehilangan akses pada pangan lokal yang menjadi sumber kehidupan utama mereka,” ungkapnya.

Masih Hadiatul Hasana, akibat krisis iklim dan kehilangan lahan, dan sumber penghidupan, banyak perempuan terpaksa menjadi Buruh Migran.

“Mereka kerap mengalami penindasan, seperti over kontrak, kekerasan, beban kerja berat, upah tak dibayar, hingga pelecehan. Salah satu kasus yang ditangani SP Sumbawa adalah AG, seorang pekerja migran yang telah meninggal, namun dokumen penting, emas, uang, dan barang-barangnya belum dikembalikan oleh agensi,” ungkapnya.

Aliansi Sumbawa Melawan menyampaikan sejumlah tuntutan: 1. Mendesak DPRD Sumbawa untuk mendorong dicabutnya UU TNI. 2. Mendesak Pemerintah Sumbawa menindaklanjuti penyelesaian 6 kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sedang diadvokasi oleh SP Sumbawa. 3. Pemerintah Sumbawa wajib menolak Program Food Estate jagung karena mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, krisis iklim dan pemiskinan pada rakyat khususnya perempuan di Sumbawa.

Related Articles

Back to top button