OpiniPolhukam

Penguatan Profesionalisme Instruktur

Penulis: Galif Hadi Harianto

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan organisasi otonom Muhammadiyah yang bergerak dalam tiga ranah, yaitu keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Sebagai organisasi kader, setiap nafas dan denyut nadi gerakan IMM harus lahir dari kesadaran kaderisasi.

Kaderisasi itu sendiri merupakan upaya pembentukan kader secara terstruktur dalam organisasi, yang biasanya mengikuti silabus tertentu. Kaderisasi dalam sebuah lembaga mutlak diperlukan, karena merupakan sarana untuk membentuk kader yang akan melanjutkan regenerasi (Dinkopukm Jateng, 2021). Dari pengertian tersebut, diharapkan melalui kaderisasi, IMM dapat menghasilkan kader-kader dengan karakter religiusitas, intelektualitas, dan humanitas yang dapat mendukung tercapainya tujuan IMM. Aktor yang berperan penting dalam membina kader IMM adalah instruktur. Sebagai guru kader, instruktur
bertanggung jawab untuk membantu kader mengaktualisasikan trilogi IMM dan tri kompetensi
dasar kader.

Secara tegas, peran dan fungsi instruktur adalah membentuk dan membina kader IMM sesuai dengan rel dan khitah perjuangan organisasi, sehingga tujuan organisasi, yaitu mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia, dapat tercapai dalam rangka mewujudkan tujuan Muhammadiyah.

Selain itu, instruktur juga berperan sebagai teladan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, instruktur menjadi elemen yang sangat penting dalam proses kaderisasi IMM, dengan upaya membangun citra diri sebagai individu yang mampu mengintegrasikan kapasitas keilmuan dan potensi pondasi aqidah yang kuat.

Instruktur tidak hanya dianggap sebagai gelar yang diperoleh melalui proses kaderisasi di IMM untuk mengelola perkaderan, tetapi juga hadir dengan karakter yang sesuai dengan nilainilai IMM yang diterapkan dalam aktivitas sehari-hari. Fungsi instruktur yang secara normatif tertulis dalam sistem kaderisasi Ikatan adalah:
1. Fungsi diagnosi
2. Fungsi perencanaan
3. Fungsi Pendidikan
4. Fungsi motivasi
5. Fungsi pengelolaan
6. Fungsi sumber daya
7. Fungsi evaluasi.


Dalam handbook yang diterbitkan oleh DPD IMM Sulsel (2007), peran instruktur dijelaskan sebagai berikut:
1. Instruktur senantiasa mengarahkan kader untuk berupaya mengamalkan ajaran Islam.
2. Instruktur senantiasa menanamkan tertib beribadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
3. Menanamkan aqidah yang benar kepada kader.
4. Membentuk akhlak yang mulia pada kader.
5. Senantiasa mengarahkan kader IMM untuk berdakwah, menggalang mahasiswa Islam,
dan ikut menegakkan ajaran Islam menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.
6. Membangun komitmen untuk menjaga nama baik organisasi dan melanjutkan proses
kaderisasi.
7. Senantiasa berorientasi pada dakwah demi tersebarnya ajaran Islam.
Peran dan fungsi inilah yang menjadikan instruktur memiliki peranan yang sangat vital dalam
organisasi IMM, dalam hal pembentukan, pemeliharaan, dan kelanjutan regenerasi kader sesuai dengan tujuan IMM.


Dalam beberapa kondisi, instruktur terkadang lepas dari fungsi dan peran sebagai seorang instruktur, yakni tidak mampu menjadi suri tauladan dan memiliki mutu serta tingkat keilmuan yang rendah. Hal ini menyebabkan proses kaderisasi tidak berjalan sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan IMM. Sebagai instruktur, sudah menjadi keharusan untuk memiliki akhlak yang mulia dan mutu keilmuan yang tinggi. Namun, tidak jarang instruktur memberikan pengarahan terkait keagamaan (seperti pelaksanaan rukun salat, berakhlak mulia, dll.) dan keilmuan (membaca, menulis, berdiskusi, dll.), tetapi instruktur itu sendiri tidak melaksanakan hal yang sama.

Teguran keras yang bersifat normatif dalam Al-Qur’an mengingatkan kita tentang pentingnya konsistensi antara perkataan dan perbuatan, serta tanggung jawab moral sebagai seorang pemimpin dan pembimbing umat. Dijelaskan dalam Surah As-Shaff :“wahai orangorang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (Q.S Shaff 2-3).


Menurut penjelasan Syaikh As-Sa’di dalam tafsir Al-Karimir Rahman, ayat di atas tidak menunjukkan bahwa seseorang yang tidak mengamalkan ilmu yang dimilikinya berarti dia meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar. Namun, ayat tersebut menunjukkan ketercelaan seseorang karena meninggalkan dua kewajiban (Amar Ma’ruf, dan Nahi mungkar). Jika kita meninggalkan salah satunya, jangan sampai kita meninggalkan yang lainnya. Jika kita meninggalkan keduanya, maka kita akan mendapatkan kekurangan yang sempurna. Dengan demikian, IMM sebagai bagian integral dari Muhammadiyah, harus sangat
memperhatikan spirit dakwah yang dibawa, yaitu dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan
kesadaran penuh, dakwah tersebut harus terejawantahkan dalam diri setiap instruktur.
Kealpaan seorang instruktur sebagai pendamping kader-kader IMM di tataran grassroot
perlu menjadi sorotan, karena seringkali setelah proses kaderisasi formal selesai, instruktur
langsung menghilang dengan alasan kesibukan. Instruktur hanya terkesan sebagai pengelola
kaderisasi formal, seperti dalam kegiatan Darul Arqom Dasar (DAD), padahal peran sebagai
pendamping sangat penting untuk mengawal perkembangan karakter dan keilmuan kader.
Sebagai seorang instruktur, sering diingatkan dengan surah An-nisa:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.” QS An-Nisa’ : 9


Ayat di atas menjadi motivasi sekaligus cambuk bagi instruktur untuk melakukan pendampingan terhadap kader, yang merupakan generasi penerus dalam Ikatan. Menurut Sistem Perkaderan Ikatan (SPI), terdapat prinsip follow up, yaitu proses tindak lanjut dari kaderisasi utama (DAD, DAM, DAP) dengan prinsip kontinuitas dan mengikat. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas kader tidak hanya dilakukan dalam kaderisasi formal, tetapi juga pasca-perkaderan, yang dilakukan oleh instruktur melalui
pendampingan secara berkelanjutan. Melihat kondisi tersebut, menurunnya profesionalitas instruktur perlu menjadi perhatian. Diperlukan langkah-langkah untuk menguatkan kembali profesionalisme instruktur dan mengembalikan peran mereka sebagai guru kader yang memberikan pembinaan,
pengajaran, dan teladan bagi kader.

Langkah pertama adalah upgrading keilmuan instruktur. Kegiatan formal upgrading
keilmuan perlu diwajibkan, serta menumbuhkan kesadaran untuk terus melakukan
pendampingan kepada kader-kader IMM. Upgrading ini bertujuan untuk membangun
kapasitas keilmuan instruktur dalam menjawab berbagai permasalahan kaderisasi, termasuk
merumuskan grand desain perkaderan yang bersifat akomodatif, serta meningkatkan
kompetensi instruktur agar mampu melakukan pendampingan yang efektif. Selain itu,
instruktur juga harus berperan sebagai mentor dan partner intelektual bagi kader, sehingga
dapat meningkatkan daya kritis dan rasa kekeluargaan kader. Dengan demikian, komitmen dan loyalitas kader pun dapat terus berkembang.

Kedua adalah penguatan pelembagaan korps instruktur. Upaya ini sekiranya bisa
terintegrasi dengan upgrading keilmuan instruktur. Korps instruktur berfungsi sebagai wadah,
sebagaimana dijelaskan dalam kebijakan Mukhtamar IMM XIX, bahwa korps instruktur adalah
lembaga semi-otonom yang wajib ada di setiap tingkat Pimpinan Cabang IMM. Struktur
kepengurusan dan kebijakannya berada di bawah tanggung jawab bidang kader. Bidang kader
harus mendorong terbentuknya korps instruktur hingga ke tingkat cabang di semua daerah.

Korps instruktur memiliki garis-garis besar dalam Haluan Organisasi, yaitu: 1)
memaksimalkan perkaderan Ikatan, 2) memasifkan pendidikan dan pengembangan instruktur
Ikatan, dan 3) mengklasifikasikan rumusan tujuan perkaderan Ikatan (IMM, 2020). Dengan
penguatan kelembagaan ini, diharapkan pemberdayaan dan peningkatan kompetensi instruktur
dapat terlaksana dengan baik, sehingga profesionalitas instruktur dapat terjaga dalam
mengawal proses kaderisasi Ikatan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penguatan profesionalisme instruktur
sangat penting untuk membangun, membina, dan memelihara kader IMM, guna mewujudkan kader IMM yang berkualitas sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan IMM.

Related Articles

Back to top button