BudayaOpini

Revitalisasi BCB Bala Datu Ranga Sebagai Langkah Awal Mengoptimalkan Pelayanan Museum

Dalam terminologi Cagar Budaya, Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya (BCB) adalah upaya untuk mengembangkan dan melestarikan bangunan cagar budaya dengan cara menghidupkan kembali nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya.

Seperti kita ketahui bersama, terdapat 5 (lima) bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya di yang terletak di dalam kota Sumbawa Besar yaitu Istana Dalam Loka, Bala Datu Ranga, Istana Sultan Muhammad Kaharuddin III atau Istana Bala Putih, Istana Bala Kuning, dan Eks Kantor Kontrolir Hindia Belanda yang sekarang jadi Museum Daerah Kabupaten Sumbawa. Sedangkan terdapat 2 (dua) BCB yang letaknya di luar Kecamatan Sumbawa yang juga sudah ditetapkan sebagai BCB melalui SK Bupati pada tahun 2023 lalu yaitu: Bala Dea Imam di Kecamatan Empang dan Bala Dea Busing di Kecamatan Lape.

Pertanyaan selanjutnya adalah what next? Setelah bangunan-bangunan bersejarah ini ditetapkan sebagai cagar budaya, apa selanjutnya? Jawabannya, tentu saja pemerintah harus terus berkomitmen dalam upaya perlindungan, perawatan, dan pelestarian ketujuh BCB tersebut. Ketujuh bangunan yang memiliki nilai bersejarah ini memiliki signifikansi yang tinggi dalam membangun memori kolektif dan memperkuat identitas kita sebagai Tau ke Tana Samawa. Akar dan identitas kita sebagai Tau Samawa hari ini sangat erat kaitannya dengan sejarah dan perjalanan Kesultanan Sumbawa di masa lalu yang melekat kuat pada bangunan-bangunan cagar budaya tersebut.

Menurut Undang-Undang Cagar Budaya (UUCB) Nomor 11 Tahun 2010, Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilai yang melekat padanya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Sedangkan Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, pemeliharaan, zonasi, dan pemugaran Cagar Budaya.

Lima Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang dijadikan destinasi heritage dalam program Sumbawa Heritage Walk (SHW) yang digagas oleh Yayasan Datu Ranga Abdul Madjid Daeng Matutu

Pertanyaan selanjutnya, siapa yang berhak melakukan pelestarian dan perlindungan? Merujuk pada UUCB, Pasal 53 dan Pasal 56, setiap orang berhak dan dapat berperan serta dalam melakukan perlindungan terhadap Cagar Budaya. Jadi, tidak hanya pemerintah namun ahli waris, komunitas masyarakat, maupun pemerhati cagar budaya dapat berperan serta dalam pelestarian. Lebih detil ditekankan dalam Pasal 54 UUCB bahwa Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan atau yang dikuasai. Sebaliknya, Pasal 55 menyebutkan setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya karena ada ketentuan pidana yang melekat seperti yang disebutkan pada Pasal 101 UUCB.

Dengan melestarikan dan menampilkan warisan budaya lokal, ketujuh BCB ini dapat memberikan energi yang positif bagi ahli waris, pengelolanya, maupun juru pelihara terutama berkaitan dengan hubungan nyata dengan asal usul mereka, menumbuhkan rasa bangga dan kesinambungan bagi komunitas terdekat mereka. Hubungan ini seringkali diperkuat melalui keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian, penelitian sejarah, dan program budaya yang sangat memungkinkan untuk dikolaborasikan. Keterlibatan masyarakat dalam menyampaikan informasi mengenai kerusakan BCB sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam hal ini Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa sehingga dapat dikaji bersama Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Sumbawa terkait langkah selanjutnya. Keaktifan ahli waris atau langkah pro aktif dari pengelola BCB juga menjadi langkah penting dalam upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan terutama bagi BCB yang tidak dikelola oleh pemerintah.

Penyampaian informasi terkait kerusakan pada BCB hendaknya dilakukan secara tertulis, lengkap dengan deskripsi, dan dokumentasi yang signifikan dan relevan terkait dengan BCB yang dimaksud. Jelas dialamatkan kepada Dinas terkait. Hindari penyampaian informasi melalui media sosial yang tidak jelas ditujukan pada siapa, apalagi motivasinya mengejar sensasi dan mendiskreditkan pihak tertentu. TACB, Tim Pendata Cagar Budaya, maupun Tim Pelestari Cagar Budaya bekerja dengan Surat Keputusan Bupati dan terikat dengan Kode Etik dalam menjalankan tugasnya sebagai pelestari. Kabupaten Sumbawa sejak tahun 2022 telah memiliki 7 (tujuh) orang anggota TACB yang bersertifikat. Tentu saja kinerja mereka sudah tidak diragukan lagi terkait dengan kajian, pemberian rekomendasi, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya di Kabupaten Sumbawa.

Sekedar berbagi pengalaman terkait pelestarian BCB, Yayasan Datu Ranga Abdul Madjid Daeng Matutu sebagai pemilik dan pengelola BCB Bala Datu Ranga melakukan kajian awal pada bangunan yang saat ini dimanfaatkan sebagai Museum Bala Datu Ranga. Studi awal ini sifatnya internal terkait dengan kerusakan-kerusakan kecil maupun besar yang terjadi pada BCB Bala Datu Ranga. Pendataan dan pendokumentasian pun dilakukan, lalu tahap selanjutnya adalah penyusunan laporan. Hasil studi awal ini kemudian disampaikan pada Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan berkonsultasi atau meminta masukan pada TACB Kabupaten Sumbawa. Langkah selanjutnya, laporan ini juga disampaikan pada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kebudayaan yang diwakili oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XV yang menaungi Provinsi Bali dan NTB. Proses ini tentu saja butuh waktu karena diperlukan tim dengan kepakaran yang tepat untuk melakukan kajian lanjutan terkait bangunan cagar budaya ini. Koordinasi dengan pihak terkait menjadi penting untuk dapat memantau status pelaporan ini hingga ada tindak lanjut aksi maupun hasil rekomendasi yang dikeluarkan terkait dengan BCB bersangkutan.

BCB Bala Datu Ranga dibangun pada tahun 1886 dan hingga saat ini belum pernah sekalipun dilakukan restorasi atau pemugaran besar-besaran. Beberapa bagian pernah diganti terutama atap dan lantai kayu. Namun, pilar-pilar kayu jati yang berjumlah 30 buah yang mencerminkan 25 rasul Allah dan 5 Rasul Ulul Azmi ini belum pernah diganti meski sudah banyak yang keropos dimakan rayap. BCB Bala Datu Ranga adalah “rumah” bagi koleksi museum lainnya, dimana bangunan ini sendiri termasuk sebagai koleksi terbesarnya. Sehingga dapat dikatakan, Revitalisasi BCB Bala Datu Ranga adalah sebagai langkah awal untuk mengoptimalkan pelayanan Museum Bala Datu Ranga. Pemanfaatan BCB Bala Datu Ranga sebagai museum dimulai sejak tahun 2022 lalu dan saat ini Museum Bala Datu Ranga telah memiliki Nomor Pendaftaran Nasional Museum (NPNM) yang dikeluarkan oleh Dirjen Kebudayaan pada bulan Maret 2024 lalu. Sehingga dapat dikatakan Museum Bala Datu Ranga sudah lulus persyaratan pendirian museum dan masuk dalam daftar registrasi nasional museum.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah upaya penyelamatan dan pengamanan yang dilakukan pada bangunan ini, mengingat masih bebasnya akses pada bangunan. Lokasi bangunan di tengah perkampungan tanpa adanya pagar yang melindungi masih menjadi persoalan utama yang dihadapi Museum Bala Datu Ranga. Untuk menempatkan koleksi museum pada posisi yang aman harus dimulai dengan adanya perlindungan, penyelamatan, dan pengamanan selama 24 jam pada bangunan cagar budaya dan maupun sebagai “rumah” bagi koleksi museum yang lain.

Meski dalam UUCB Pasal 61 disebutkan bahwa pengamanan dilakukan untuk menjaga dan mencegah cagar budaya agar tidak hilang, rusak, hancur, atau musnah. Bahkan, Pasal 66 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, serta diperkuat oleh Pasal 105 yang menyebutkan 鈥淪etiap orang yang dengan sengaja merusak cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 akan dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah), namun sosialisasi terhadap UU ini sendiri masih belum optimal dilakukan. Terbukti masih saja ada tangan jahil yang mencorat-coret BCB Bala Datu Ranga, mengotori, bahkan melakukan pengerusakan pada fasilitas yang melekat pada bangunan misalnya penghilangan spanduk informasi, perusakan papan pindai barcode for the blind, dan kelakuan usil lainnya. Kedepannya, selain pemagaran sekeliling BCB Bala Datu Ranga, diperlukan alat pantau keamanan berupa CCTV yang dipasang di beberapa titik agar dapat merekam keadaan di sekitar BCB ini.

Revitalisasi bangunan cagar budaya dapat dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang cagar budaya. Beberapa cara dapat dilakukan: 1) Menciptakan lingkungan yang menarik dan berdampak positif; 2) Mengembangkan fungsi pelestarian dan fungsi ekonomi yang dapat mendorong bertumbuhnya aktivitas ekonomi dan sosial di sekitar bangunan cagar budaya; 3) Harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor swasta; 4) Memperbaiki infrastruktur BCB yang mengalami kerusakan atau kemerosotan fungsi tanpa menghilangkan bentuk dan nilai aslinya yang melekat; 5) Melakukan pendidikan sadar pelestarian kepada masyarakat sekitar BCB agar turut serta dalam perlindungan, pengawasan, pencegahan dari kerusakan, dan pemanfaatan BCB; 6) Mengelola BCB secara berkelanjutan; dan 7) Mempromosikannya sebagai salah satu destinasi pariwisata yang menarik.

Namun, ketujuh cara di atas tidak akan berjalan optimal tanpa adanya kebijakan pemerintah daerah yang berpihak pada pelestarian cagar budaya di Kabupaten Sumbawa. Pengoptimalan kinerja TACB sebagai tim yang melakukan kajian, merekomendasi penetapan Cagar Budaya kepada Bupati tidak akan ada artinya jika upaya-upaya ini tidak didukung oleh komitmen yang kuat dalam hal pelestarian dan revitalisasi bangunan cagar budaya baik dari segi perencanaan maupun penganggaran. Intinya, siapapun yang akan menjadi Bupati Sumbawa harus punya kepedulian, rasa empati, dan komitmen yang kuat pada pelestarian cagar budaya, tidak hanya janji pada saat kampanye namun juga realisasi yang nyata dalam tindakan. Dengan melestarikan bangunan cagar budaya yang telah ditetapkan berarti telah melakukan satu langkah kongkrit dalam upaya pemajuan kebudayaan di Kabupaten Sumbawa.

Yuli Andari Merdikaningtyas, M.A.
Direktur dan Kurator Museum Bala Datu Ranga dan Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Sumbawa.

FokusNTB

Pengelola menerima semua informasi tentang Nusa Tenggara Barat. Teks, foto, video, opini atau apa saja yang bisa dibagi kepada warga. Untuk berkirim informasi silakan email ke fokusntb@gmail.com

Related Articles

Back to top button