Sumbawa, Fokus NTB – Museum Bala Datu Ranga dikenal sebagai salah satu museum yang menjadi rumah belajar sejarah dan budaya lokal Sumbawa, terutama di era akhir Kesultanan Sumbawa. Selepas shalat Dzuhur (5/8), kami disambut oleh Yuli Andari Merdikaningtyas, M.A., Kepala Museum Bala Datu Ranga yang juga seorang pembuat film dokumenter (dokumenteris) berskala nasional. Museum ini menyimpan memori keluarga Perdana Menteri Kesultanan Sumbawa, Datu Ranga Abdul Madjid Daeng Matutu, dan masyarakat lokal Sumbawa. Sebelum menjadi museum, Bala Datu Ranga ini merupakan kediaman keluarga dan keturunan dari Perdana Menteri terakhir di era Kesultanan Sumbawa tersebut, termasuk sebagai tempat lahir sineas muda yang sekarang menggeluti dunia permuseuman.
Menurut psikolog, anggota tim peneliti, dan dosen Universitas 17 Agustus Surabaya, Anrilia E.M Ningdyah, S.Psi., M.Ed., Ph.D, mengatakan, “Memori secara psikologis memberikan pengalaman kedekatan, situs kenangan, dan memunculkan perasaan. Perasaan yang muncul di dalam ruang-ruang di Museum Bala Datu Ranga ini menjadi tanda bahwa kenangan dan interaksi yang pernah ada dimunculkan kembali”.
Pernyataan ini juga ditambahkan oleh anggota tim peneliti lainnya, Dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Dr. Wanda Listiani, M.Ds. Menurut Wanda, batas-batas memori juga dapat menyentuh pengunjung museum atau wisatawan yang ingin tahu lebih banyak tentang masa akhir Kesultanan Sumbawa di masa lalu, visibilitas Sang Perdana Menteri serta hubungannya dengan pembentukan sejarah lokal masyarakat sekitarnya. “Museum Bala Datu Ranga ini berperan penting dalam memberikan narasi transmedia tentang sosok Perdana Menteri terakhir Kesultanan Sumbawa ini seperti yang ditampilkan di museum dengan keterlibatan masyarakat”.
Lebih lanjut, Dr. Wanda menjelaskan bahwa museum digunakan secara aktif dalam membangun dan menafsirkan ulang memori sosial masyarakat. Praktik dan inisiatif memori lokal masyarakat Sumbawa dalam konteks Museum Bala Datu Ranga dan interaksi dinamis mereka dengan Perdana Menteri Kesultanan Sumbawa. “Ruang museum Bala Datu Ranga juga digunakan untuk memperingati, menafsirkan dan menegosiasikan kembali sejarah lokal Sumbawa karena museum ini mencoba menawarkan bentuk ruang publik alternatif untuk pertemuan sosial dan transmisi memori masyarakat sekitarnya.”
Museum Bala Datu Ranga difokuskan pada rekonstruksi budaya lokal dan representasi lanskap sehari-hari keluarga Perdana Menteri Kesultanan Sumbawa sekaligus respons terhadap perubahan sosial masa lalu sehingga museum ini juga menyediakan ruang bagi masyarakat lokal untuk bernegosiasi, berkomunikasi dan berkompromi dengan sejarah lokal melalui koleksi museum dan arsitektur bangunannya. Sehingga bisa dikatakan bahwa Museum Bala Datu Ranga berkontribusi pada pemahaman pengunjung tentang memori kolektif masyarakat Sumbawa.
Menurut Prof. Dr. Sri Rustiyanti, M.Sn, dosen ISBI Bandung sekaligus Ketua Tim Peneliti Skema Penelitian Terapan yang didanai oleh Kemendikbudristek tahun 2024 ini menjelaskan, “Hal menarik dari Museum Bala Datu Ranga ini adalah koleksi arsip lokal yang dimiliki tidak hanya sebatas menyentuh memori melainkan dapat mengungkapkan cerita tentang sejarah keluarga Perdana Menteri dan Pemerintahan Kesultanan Sumbawa, serta meningkatkan pengalaman edukasi dan pengembangan pedagogi bagi pengunjung museum atau siswa sekolah dasar dan menengah”.
Lanjutnya, “Kami memilih Museum Bala Datu Ranga sebagai lokus penelitian yang masih lengkap baik mantifact, sosiofact maupun artefact untuk mengungkap lebih lanjut secara mendalam Seni Pencak dan Gentao pada masa Kesultanan Sumbawa hingga kini”.
Praktik warisan dan pewarisan budaya bagi generasi muda secara terus menerus dipraktikan dalam setiap program Museum Bala Datu Ranga sebagai sarana untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan secara budaya sekaligus upaya meningkatkan well-being wisatawan. Keberlanjutan budaya memungkinkan kesinambungan identitas budaya dan memfasilitasi perkembangan ekonomi kreatif masyarakat Sumbawa.