DPP FPPK Minta APH Lombok Timur Tangkap Terduga Pelaku Kasus Mafia Tanah di Desa Lenek Ramban Biak

DPP FPPK Laporkan Kasus Mafia Tanah Desa Lenek Ramban Biak di Polres Lombok Timur (dok/ist.)
Lombok Timur, Fokus NTB – Maraknya masyarakat mendatangi Dewan Pengurus Pusat (DPP) Lembaga Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa membawa surat Pipel dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Nusa Tenggara Barat, tanahnya dijual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab atas terjadi adanya penjualan tanah masyarakat Desa Lenek Ramban Biak, lantaran munculnya dugaan surat pipel bodong yang tidak terdaftar di Kantor Sedahan atau Pajak.
Atas persoalan tersebut, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Lembaga Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa, Abdul Hatab meminta kepada seluruh elemen di wilayah hukum pemerintah Kabupaten Lombok Timur, terutama pemerintah Desa dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menganalisa terlebih dahulu dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon sebelum diterbitkan dokumen sporadik, SPPT dan Sertifikat karena dasar terbitnya sporadik adalah dokumen dari surat pipel yang diajukan kepada Pemerintah Desa.
“Dan mohon kepada aparat penegak hukum (APH) untuk tangkap para mafia tanah diwilayah hukum kabupaten Lombok Timur, khususnya wilayah Desa Lenek Ramban Biak, Kecamatan Lenek,” ucap Abdul Hatab, Kamis (28/03/2024).
Masih Hatab sapaan akrabnya, DPP FPPK Pulau Sumbawa telah melaporkan mafiah tanah, dan sudah mengajukan nama – nama terduga pelaku kepada APH.
“Kami meminta Kapolres Kabupaten Lombok Timur, untuk tangkap oknum yang menyuru, membuat, memalsukan, dan menjual tanah hak orang lain, berdasarkan dalam ketentuan pasal 385 Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Pasal 263 dan pasal 264 Kitab Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan surat,” tegasnya.
“Bilamana mafiah tanah ini dibiarkan, maka kasihan masyarakat yang mengantongi surat pipel dan Surat Keputusan Gubernur selaku Kepala Daerah Nusa Tenggara Barat tahun 1970, dirampas haknya lalu dijual untuk memperkaya dirinya oknum, sehingga masyarakat yang menjerit dan tidak bisa berbuat apa-apa dengan pasrah menerima atas tindakan para mafiah tanah,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa, masyarakat atas nama ahli waris dari almarhum L.Siun memiliki satu – satunya harta peninggalan berupa sebidang tanah luas kurang lebih 9.700 m2 ( 97 Are) dijual oleh oknum atau mafiah tanah, “selanjutnya sepulang dari malaysia ahli waris dari almarhum L.Siun, tiba dikampung langsung mendatangi tanah hak miliknya, tiba – tiba tanah tersebut sudah ditangan orang lain dan tanahnya sudah bersertifikat atas nama orang lain,” ungkapnya.
Masih Abdul Hatab, kemudian masalah ini harus diungkap agar para mafiah tersebut tidak melakukan semena – mena menjual tanah yang bukan haknya, “karena masyarakat yang memiliki hak tanah hanya mengantungkan dirinya kepada Lembaga Front FPPK Pulau Sumbawa untuk mengusut tuntas tanah rakyat yang dirampas haknya oleh oknum mafiah tanah,” tegasnya.
Selain itu lanjut Abdul Hatab, praktik mafiah tanah mencidrai semangat luhur bangsa Indonesia, pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia tahun 1945 memandatkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
“Praktik mafia tanah ini sangat merugikan masyarakat dan pemerintah, sehingga dalam hal ini integeritas aparat penegak hukum sangat dibutuhkan untuk memberantas mafia tanah,” jelasnya.
Diakhir, dalam waktu dekat Lembaga FPPK Pulau Sumbawa akan mengajukan surat permohonan hearing di kantor Bupati Kabupaten Lombok Timur dan di Kantor DPRD Kabupaten Lombok Timur guna membahas masalah tanah pemberian dari pemerintah kepada masyarakat asal tanah Governor Ground (GG) dengan dokumen berupa surat ketetapan iuran pembangunan daerah (Pipel) dan surat keputusan gubernur kepala daerah nusa tenggara barat tahun 1970.
“Apakah dokumen tersebut sah secara hukum atau sebagai dasar hukum atas bukti kepemilikan masyarakat,” tutupnya.