
Tarano (Fokus NTB) – Suka sambal terasi atau suka menambahkan terasi pada bumbu masakan di rumah? Hampir sebagian masyarakat kita tentu akan menjawab iya, karena terasi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bumbu masakan-masakan Indonesia. Pun sama halnya dengan penduduk di Desa Labuhan Bontong, Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa. Pada 28 Oktober 2023, Mahasiswa Program Merdeka (Promer) Batch 7 Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) berkesempatan ikut terlibat dalam proses produksi terasi di Desa Labuhan Bontong.
Ibu Hasana merupakan salah satu warga Desa Labuhan Bontong yang memproduksi terasi. Ia menjelaskan bahwa terisi merupakan bumbu yang dibuat dari udang yang difermentasikan, “dibentuk seperti adonan yang pasti berwarna merah, hitam, dan juga biasanya berwarna cokelat. Aneka varian warna tersebut disebabkan karena adanya proses penambahan pewarna atau tambahan lainnya,” ucapnya, Senin (13/11).

Foto: Terasi Hasil Produksi Ibu Hasana.
Proses pengelolahan terasi dilakukan dengan proses fermentasi, penggilingan sampai dengan penjemuran kurang lebih selama 2 sampai 3 hari. Bahan yang digunakan atau difungsikan sebagai pengawet adalah garam. Ibu Hasana dapat memproduksi sekitar 300 sampai 500 kg terasi dalam waktu seminggu. Penjualan dilakukan mulai dari daerah di sekitar wilayah Labuhan Bontong, pasar, kios-kios, hingga marketplace.
Usaha produksi terasi yang dilakoni oleh Ibu Hasana terbilang cukup menjanjikan. Meskipun mesin produksi yang digunakan masih sederhana dan belum modern seperti perusahaan-peruhaan besar yang juga memproduksi terasi, namun usahanya tersebut cukup menjanjikan. Hak tersebut dapat dilihat dari tingkat ketertarikan konsumen terhadap terasi yang dihasilkan oleh Desa Labuhan Bontong.
Terasi yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Labuhan Bontong banyak diminati oleh masyarakat hingga di luar pulau Sumbawa. Dari segi harga, terasi Labuhan Bontong juga masih relatif murah. Berdasarkan informasi dari pemilik, beliau menjual terasi yang diproduksi seharga empat puluh ribu rupiah untuk satu kilogram terasi miliknya. Mereka juga menyediakan kemasan yang khas untuk mengemas terasi yang dihasilkan dan mematok harga lima puluh ribu rupiah untuk satu kilogram kemasan tersebut.
Selain Ibu Hasana, beberapa warga Desa Labuhan Bontong yang lain juga menghasilkan atau memproduksi terasi. Hal tersebut dimungkinkan mengingat letak geografis Desa Labuhan Bontong yang berada tepat di pesisir Teluk Saleh. Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Letak geografis desa yang strategis membuat masyarakat mendapatkan pengahasilan dengan memanfaatkan hasil laut. Salah satunya terasi yang telah dijelaskan di atas.
Selain alat produksi, kemasan yang digunakan untuk mengemas produk terasi Desa Labuhan Bontong juga terbilang masih sederhana. Kemasan tersebut bukan berasal dari bahan plastik seperti produk terasi modern pada perusahaan-perusahaan besar. Sebagaimana yang tergambar dalam foto di atas, kemasan yang digunakan merupakan produk anyaman dari daun lontar. Kemasan tersebut diproduksi atau dianyam sendiri oleh masyarakat Desa Labuhan Bontong. Kemasan tersebut tidak hanya dijual dengan terasi yang dikemas, namun dijual kosongan pula oleh masyarakat.