Polhukam

Febriyan Anindita: Hilangkan Hak Politik Warga Tindakan Inkonstitusional

Febriyan Anindita, SH. (Ist)

Sumbawa, Fokus NTB – Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak yang digelar pada 2 November 2022 sebanyak 20 desa lalu menyisakan beberapa persoalan, yang cukup menarik disimak dan dianalisis Yakni hilangnya hak pilih 24 warga di Desa Batu Bangka di Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa. 

Direktur LBH Keadilan Samawa Rea, Febriyan Anindita SH, dalam keterangan Persnya, Minggu (06/11), mengungkapkan, salah satu tahapan penting dalam pelaksanaan pemilihan diantaranya proses pendataan pemilih, pemutahiran data, validasi data dari DPS ke DPTB sampai penetapan DPT. Yang mana pada Tanggal 29 Juli 2022 lalu sudah dilakukan penetapan DPT. 

Febriyan Anindita mengatakan, Daftar Pemilih Tetap Pilkada Sumbawa Tahun 2020 KPU merupakan rujukan lahirnya Daftar Pemilih Sementara pada pilkades tahun 2022 ini. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 49 Tahun 2022 Tentang Pemilihan Kepala Desa pasal 15 ayat 1. 

“Namun anehnya 19 warga yang kehilangan hak pilih pada pilkades desa Batu Bangka juga terdaftar dalam DPT dan telah menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Sumbawa tahun 2020 lalu,” jelas Febri, sapaan akrabnya.

Febri juga menjelaskan, pada Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 49 Tahun 2022 Tentang Pemilihan Kepala Desa pada pasal 17 ayat 2 dan ayat 3 yang mengatur tentang Daftar Pemilih Sementara telah jelas diatur bahwa pencoretan DPS wajib memenuhi beberapa kriteria yang termaktub padal 17 ayat 2 khusunya huruf (f). 

“Diduga kuat hilangnya hak pilih 24 warga Desa Batu Bangka karena panitia pemilihan tidak melaksanakan Peraturan Bupati Nomor 49 tahun 2022 khususnya pasal 21 ayat 1 dan 2,” ujarnya.

Didampingi Ketua Divisi Advokasi LBH Keadilan Samawa Rea, Randa Jamra Negara, ia mengatakan, sejak lahirnya NKRI tahun 1945, negara telah menjunjung tinggi pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM). Sikap tersebut nampak dari Pancasila dan UUD 1945, yang memuat beberapa ketentuan tentang penghormatan HAM warga negara. 

“Sehingga pada praktek penyelenggaraan negara, perlindungan atau penjaminan terhadap HAM dan hak-hak warga Negara (citizen’s rights) atau hak-hak konstitusional warga Negara (the citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana,” katanya.

Lebih jauh Febri menegaskan, Hak-hak warga negara (citizen’s rights) yang di atur negara meliputi (a) Hak untuk hidup; (b) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; (c) Hak mengembangkan diri; (d) Hak memperoleh keadilan; (e) Hak atas kebebasan pribadi; (f) Hak atas rasa aman; (g) Hak atas kesejahteraan; (h) Hak turut serta dalam pemerintahan; (i) Hak wanita; dan (j) Hak anak. Pada poin (h) secara nyata Negara memberikan pengakuan kepada setiap warga Negara untuk ikut serta dalam pemerintahan yakni adanya hak politik, meliputi hak memilih dan dipilih.

Hak Politik Sebagai Bagian Dari Hak Asasi

Dikatakan, Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar(basic right) setiap individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Ketentuan mengenai ini, diatur dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 6A (1), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) UUD 1945. Perumusan sejumlah pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan adanya diskirminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan. Ketentuan UUD 1945 di atas mengarahkan bahwa negara harus memenuhi segala bentuk hak asasi setiap warga negaranya, khususnya berkaitan dengan hak pilih setiap warga negara dalam Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia. Makna dari ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilu, Pilpres, Pilkada maupun Pilkades, khususnya mengatur tentang hak pilih warga negara, seharusnya membuka ruang yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak pilihnya, sebab pembatasan hak pilih warga negara merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. 

“Sementara hak dipilih secara tersurat diatur dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3). Pengaturan ini menegaskan bahwa negara harus memenuhi hak asasi setiap warga negaranya, khusunya dalam keterlibatan pemerintahan untuk dipilih dalam event pesta demokrasi yang meliputi Pemilu, Pilpres, Pilkada dan Pilkades,” terangnya.    

Begitu juga international Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR 1966) berkaitan dengan hak politik warga negara menegaskan dalam Pasal 25 bahwa “Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk tanpa pembedaan apapun dan tanpa pembatasan yang tidak wajar untuk berpartisipasi dalam menjalankan segala urusan umum baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas, selanjutnya untuk memilih dan dipilih pada pemilihan berkala yang bebas dan dengan hak pilih yang sama dan universal serta diadakan melalui pengeluaran suara tertulis dan rahasia yang menjamin para pemilih untuk menyatakan kehendak mereka dengan bebas, dan untuk mendapatkan pelayanan umum di negaranya sendiri pada umumnya atas dasar persamaan. 

Ketentuan di atas ditujukan untuk menegaskan bahwa hak politik, memilih dan di pilih merupakan hak asasi. Pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan hak tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi warga negara,” cetusnya.

Sementara itu, menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU ini, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. “Kedua ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya,” tegasnya. (ham)

Related Articles

Back to top button