Ideologi bangsa Indonesia terlukis dalam Pancasila sebagai ideologi negara merupakan representasi dari ajaran beberapa agama yang diakui oleh konstitusi dalam menjalankan agamanya. Islam adalah agama mayoritas di Indonesia yang banyak mewarnai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk memupuk solidaritas kebangsaan. Indonesia sebagai ideologi negara dan pandangan hidup bangsa (world view) tidak ada yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama di Indonesia.
Memperhatikan fenomena pendalaman nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila nampaknya kian hari kian mengalami kemunduran. Hal ini dapat dirasakan karena terjadi hampir di seluruh komponen masyarakat, tidak terkecuali di kalangan Aparatur Sipil Negara maupun para Pegawai BUMN. Yang mengejutkan digambarkan sebagaimana pada bulan Mei 2019 yang lalu, terdapat 2 pegawai BUMN di Riau yang ditangkap oleh Densus 88 karena diduga terlibat sebagai penyandang dana aksi terorisme melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility) sebuah Perusahaan BUMN. Belum lama juga, tepatnya 26 Agustus 2019 yang lalu, seorang PNS Dokter Gigi di Sampang Madura juga terciduk Densus 88 karena diduga terlibat dalam jaringan ISIS. Pertanyaannya adalah adakah ajaran-ajaran agama yang mengajarkan kekerasan dan menghalalkan segala cara untuk mencapai kesempurnaan hidup? Nampaknya hal itu hanyalah halusinasi yang keliru.
Dari peristiwa tersebut kemudian Kemenpan RB bekerja sama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang secara intensif melakukan gerakan persuasive untuk mencegah tumbuhnya benih-benih gerakan radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara. Kondisi ini membuktikan bahwa kesaktian Pancasila sebagai perekat kesatuan bangsa patut diuji kembali. Karena, faktanya masih banyak oknum masyarakat yang menyangsikan kesaktiannya dengan berusaha menggantikannya dengan ideologi khilafah islamiyyah.
Tulisan ini difokuskan pada nilai ajaran agama Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk di Indonesia. Apakah ideologi Pancasila tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam? Sehingga harus diganti dengan sistem khilafah? Tulisan ini berusaha akan menjelaskan ideologi Pancasila berdasarkan perspektif nilai-nilai keislaman.
Pancasila merupakan ideologi negara yang diekstrak dari jiwa bangsa masyarakat Indonesia yang hidup akibat pengalaman masa lalu (volkgeist). Jiwa bangsa ini kemudian dirangkum dan disimpulkan sehingga menjadi lima prinsip atau sila yang dinamakan Pancasila. Berikut ini adalah ideologi Pancasila ditinjau dari perspektif ajaran agama Islam.
Sila pertama, ketuhanan yang maha esa. Sila pertama ini mengajarkan kepada kita bahwa, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengenal dan membangun relasi yang baik kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 163
Wa ilahukum ilahu wahid, laa ila ha illa huwa arrahman arrahim
Dalam kontek Islam, diajarkan bahwa kita harus memahami sifat-sifat Tuhan dalam asma al-husna. Karena di saat seseorang sudah mengenal Tuhannya, barulah ia menjadi manusia yang seutuhnya. Penjelasan manusia seutuhnya ini dijabarkan dalam sila selanjutnya yaitu sila ke dua.
Sila ke dua adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam ajaran Islam, Allah memerintahkan kepada manusia untuk bertaqwa dan berperilaku yang baik antar sesama, wa taqwalah wa husnul khuluq. Tatkala manusia sudah mampu menduplikasi sifat-sifat TuhanNya, dapat dipastiikan ia akan menjadi manusia yang seutuhnya. Bia ia terlahir menjadi seorang pemimpin, maka sifat kerahmanannya menyelimuti rakyatnya. Bila ia terlahir sebagai seorang pengadil, maka di setiap keputusannya tersirat keadilan yang membuat para pihak merasa sama-sama puas. Bila ia terlahir sebagai seorang pengajar, maka ilmu yang diwariskannya bukan hanya mampu menjadikan anak didiknya pintar, namun juga beradab, begitu seterusnya.
Setelah menjadi manusia seutuhnya, maka kita perlu bersatu untuk menyamakan persepsi cita-cita bersama, sebagaimana yang tertuang dalam sila ke tiga yaitu persatuan Indonesia. Dengan bersatu kita akan kuat, satu persepsi dan mudah dalam menggapai cita-cita bersama. al-mu’minu lil mu’min kal bunyana yasyuddu ba’dhuhu ba’dha.
Setelah bersatu dan kompak, barulah kita bermusyawarah secara kekeluargaan untuk menentukan cara-cara strategis guna merealisasikan cita-cita bersama dan kemudian menyerahkan hasil musyawarah kepada pemimpin untuk direalisasikan dengan tetap kita awasi. Sebagaimana amanat sila ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan keadilan. Dalam hal ini Islam sangat menganjurkan metode musyawarah dan melarang perdebatan yang menyebabkan perpecahan. Wasyawirhum fil amri, faidza ‘azamta fatawakkal ‘ala Allah ( Q.S Ali Imran: 159), selain itu Islam juga mengajarkan untuk mentaati kebijakan-kebijakan pemimpin sejauh pemimpin tersebut tidak menyuruh untuk melakukan perbuatan maksiat. Athi’ullah wa athi’u rasul wa ulil amri minkum (Q.S. Annisa: 59).
Sembari melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin dalam merealisasikan cita-cita bersama, kita terus mendoakan supaya bangsa ini berhasil dengan mudah untuk menggapai cita-citanya sebagaimana yang tercantum dalam sila ke lima yaitu terdistribusinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila terakhir ini selaras dengan semangat kedatangan agama Islam yaitu sebagai gerakan martil untuk melakukan pembebasan dari kungkungan ketidakadilan, keterpurukan ekonomi, degradasi moral dan status sosial. Seluruhnya equal (setara) tidak ada yang membedakan antara satu manusia dengan manusia yang lain kecuali kualitas ketaqwaan seseorang.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa, tidak satu pun sila-sila dalam ideologi Pancasila kontradiktif dengan ajaran Islam. Justru kehadiran ideologi Pancasila sebagai penguat kita untuk berislam secara kaffah. Wallahu ‘alam….