NTB Merasa Kehilangan Hak Pembelian Saham Newmont
Mataram, Fokus NTB – Pemerintah daerah di NTB merasa kehilangan hak pembelian, ketika Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan Nusa Tenggara Partnership (NTP) BV menandatangani amendemen ke-4 perjanjian jual beli tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) jatah divestasi 2010, pada 24 Oktober 2012.
“Sepertinya NTB kehilangan hak untuk pembelian saham itu, karena PIP dan NTP BV kembali menandatangani amendemen ke-4 perjanjian jual beli tujuh persen saham itu,” kata Direktur Utama PT Daerah Maju Bersaing (DMB) Andi Hadiyanto, di Mataram.
PT DMB merupakan perusahaan bersama Pemeirntah Provinsi NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Pemkab Sumbawa, yang bermitra dengan PT Multicapital (anak usaha PT Bumi Resources Tbk) atau Bakrie Group, hingga membentuk perusahaan patungan yakni PT Multi Daerah Bersaing (MDB) telah mengakuisi 24 persen saham divestasi PTNNT yang nilainya mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.
Masih ada saham divestasi terakhir sebesar tujuh persen senilai 271,6 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp2,5 triliun yang kini diperebutkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di NTB.
Sesuai kontrak karya, PTNNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional.
Kini, komposisi kepemilikan saham PTNNT sudah 24 persen yang menjadi milik Pemda NTB beserta investor mitranya, dan PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PTNNT kemudian menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT Indonesia Masbaga Investama (IMI) sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.
Setelah proses divestasi tujuh persen saham itu rampung, maka saham yang dimiliki dimiliki Nusa Tenggara Partnership, nantinya tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri dari 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo.
Andy pun terkesan malas mengomentari sikap pemerintah pusat yang bersikeras akan membeli saham divestasi terakhir itu, daripada memberi hak ke Pemda NTB untuk mengakuisisinya.
“Itulah, saya pun tidak mengerti mengapa Menteri Keuangan paksa membeli saham itu, padahal hanya tujuh persen saja,” ujarnya sambil berlalu.
Seperti diketahui, batas waktu pembelian saham PTNNT jatah divestasi 2010 yang sebelumnya sampai 18 Maret 2011, diperpanjang hingga 18 April 2011, kemudian diperpanjang menjadi 6 Mei 2012, dan diperpanjang lagi hingga 25 Oktober 2012.
Manajemen PTNNT memutuskan memperpanjang batas waktu pembelian saham itu sampai 25 Oktober 2012, setelah pada 31 Juli 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak atau tidak dapat menerima gugatan pemerintah pusat yang mempersoalkan keharusan meminta persetujuan DPR dalam pembelian tujuh persen saham divestasi 2010 itu.
Putusan MK dalam perkara sengketa kewenangan itu kembali membuka ruang bagi pemerintah pusat dan daerah NTB untuk menguasai saham divestasi terakhir itu.
Namun, pascaputusan MK itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mewakili pemerintah kembali menunjuk PIP untuk membeli saham tersebut, sehingga dilakukan penandatanganan perjanjian jual beli atau Sales Purchase Agreement (SPA) divestasi tujuh persen saham itu.
Karena itu, batas waktu pembelian saham divestasi 2010 itu sesuai SPA yang ditandatangani PIP dan pemegang saham asing PTNNT ditetapkan 25 Oktober 2012.
Pada 24 Oktober 2012 atau sehari sebelum berakhir batas waktu perpanjangan itu, PIP dan NTP BV menandatangani amendemen ke-4 perjanjian jual beli tujuh persen saham tersebut karena syarat efektif yang disepakati belum terpenuhi.
Penandatanganan amendemen ke-4 itu dilakukan di Jakarta oleh Kepala PIP Soritaon Siregar, sementara NTP BV diwakili oleh Blake Rhodes dan Toru Tokuhisa.
Amendemen ke-4 ini dilakukan karena sampai saat ini syarat-syarat efektif yang disepakati dalam Amendemen Perjanjian Jual Beli yang ditandatangani pada 3 November 2011 belum terpenuhi.
Dengan Amendemen ke-4 ini, PIP dan NTP BV bersepakat memperpanjang jangka waktu pemenuhan syarat efektif perjanjian jual beli tersebut sampai dengan 31 Januari 2013 guna memberikan waktu kepada kedua belah pihak untuk bertindak dengan itikad baik memenuhi kewajiban masing-masing.
Disetujuinya Amendemen ke-4 ini dilatari oleh keinginan yang kuat dari NTP BV dan PIP untuk merealisasi perjanjian jual beli tujuh persen saham divestasi Newmont 2010 tersebut.
Baik NTP maupun PIP meyakini bahwa tujuan divestasi saham NNT akan menciptakan manfaat yang optimal baik bagi Newmont maupun masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Nusa Tenggara Barat pada khususnya, apabila PIP menjadi pemegang tujuh persen saham Newmont.
PIP merupakan lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1005/KMK.05/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Penetapan Badan Investasi Pemerintah pada Departemen Keuangan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Ruang lingkup investasi PIP meliputi investasi jangka panjang berupa pembelian surat berharga berupa pembelian saham dan pembelian surat utang, serta investasi langsung yang meliputi penyertaan modal dan pemberian pinjaman.
Dalam menjalankan fungsinya, PIP berperan sebagai katalis dalam percepatan pembangunan infrastruktur yang dapat bersinergi dengan lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
Dengan demikian, keinginan kuat Pemda NTB untuk membeli saham divestasi terakhir itu, makin jauh dari harapan. (Ant)